Emas dan Bitcoin Menunjukkan Tren Berbeda di Tengah Pergerakan Pasar: Peter Schiff Tegaskan Bitcoin Bukan Emas Digital
Di tengah gejolak pasar keuangan global, dua aset yang sering dibandingkan — emas dan Bitcoin — kembali menunjukkan arah pergerakan yang berbeda. Menurut laporan dari Foresight News, ekonom senior dan pendukung setia emas, Peter Schiff, kembali mengingatkan investor bahwa Bitcoin bukanlah aset pelindung nilai seperti emas. Dalam komentarnya, Schiff mencatat adanya tekanan pada indeks saham berjangka AS dan dolar, sementara emas naik sekitar 1%, dan Bitcoin justru turun 2%.
Perbedaan arah ini membuka kembali perdebatan lama: Apakah Bitcoin benar-benar bisa disebut sebagai emas digital?
Tekanan Pasar Kembali Meningkat
Pasar keuangan saat ini tengah dibayangi oleh sejumlah ketidakpastian. Inflasi yang tak kunjung turun, kekhawatiran perlambatan ekonomi AS, ketegangan geopolitik, hingga potensi pengetatan moneter lebih lanjut dari The Fed membuat investor kembali memposisikan portofolio mereka dengan lebih defensif.
Indeks saham berjangka seperti S&P 500 dan Nasdaq menunjukkan pelemahan dalam beberapa sesi terakhir, bersamaan dengan menurunnya kekuatan dolar AS di pasar global. Dalam situasi seperti ini, aset yang dikenal sebagai safe haven atau pelindung nilai biasanya menjadi incaran investor.
Namun, yang menarik, pergerakan emas dan Bitcoin justru memperlihatkan arah yang bertolak belakang — dan ini menjadi poin penting dalam analisis Peter Schiff.
Emas Menguat, Bitcoin Melemah: Dua Dunia yang Berbeda
Schiff menyebut bahwa emas, sebagai aset konvensional pelindung nilai, kembali membuktikan fungsinya. Dengan kenaikan sekitar 1%, emas menunjukkan bahwa pasar masih menganggapnya sebagai tempat perlindungan saat ketidakpastian ekonomi meningkat.
Sebaliknya, Bitcoin justru turun 2%. Bagi Schiff, ini adalah bukti nyata bahwa Bitcoin tidak dapat disamakan dengan emas, apalagi disebut “emas digital”.
“Bitcoin bukan emas digital. Saat investor panik, mereka tidak masuk ke Bitcoin. Mereka kembali ke emas, seperti yang selalu mereka lakukan sejak dahulu kala,” kata Schiff.
Pandangan ini sebenarnya bukan hal baru. Schiff, yang dikenal sangat vokal dalam kritiknya terhadap kripto, telah berulang kali menyatakan bahwa Bitcoin lebih mirip saham teknologi berisiko tinggi dibandingkan aset lindung nilai.
Narasi Emas Digital: Realita vs Harapan
Selama bertahun-tahun, komunitas kripto membangun narasi bahwa Bitcoin adalah bentuk digital dari emas. Alasannya cukup kuat secara teori: suplai terbatas (maksimal 21 juta BTC), tidak dapat dicetak sembarangan, dan bersifat desentralisasi.
Namun dalam praktiknya, performa Bitcoin tidak selalu mencerminkan karakteristik safe haven.
• Saat terjadi kekacauan pasar di awal pandemi COVID-19 (Maret 2020), Bitcoin anjlok bersama saham.
• Ketika inflasi memuncak sepanjang 2022, Bitcoin malah jatuh bebas.
• Dan dalam kondisi saat ini — pelemahan saham dan dolar — Bitcoin kembali bergerak turun.
Ini menunjukkan bahwa Bitcoin masih dipersepsikan oleh pasar sebagai aset berisiko tinggi, mirip dengan saham growth atau teknologi.
Mengapa Emas Masih Mendominasi?
Ada alasan mengapa emas tetap dianggap sebagai pelindung nilai sejati:
1. Sejarah Panjang: Emas telah digunakan sebagai penyimpan kekayaan selama ribuan tahun, dari kerajaan Mesir kuno hingga bank sentral modern.
2. Stabilitas Harga Relatif: Meskipun ada volatilitas, pergerakan harga emas jauh lebih stabil dibandingkan Bitcoin.
3. Likuiditas dan Regulasi Jelas: Pasar emas sangat dalam, dan sudah memiliki regulasi yang mapan di hampir semua negara.
Schiff menyebut bahwa emas bukan hanya aset lindung nilai, tapi juga simbol kepercayaan. Ketika sistem keuangan diragukan, emas menjadi “mata uang terakhir” yang dipercaya secara universal.
Bitcoin: Aset Masa Depan atau Sekadar Spekulasi?
Di sisi lain, Bitcoin memang memiliki keunggulan teknologi dan daya tarik generasi baru. Ia mudah diakses, transparan, dan bisa digunakan lintas batas. Dalam beberapa kasus, seperti di negara dengan hiperinflasi atau kontrol modal ketat, Bitcoin menawarkan alternatif sistem keuangan yang lebih bebas.
Namun masalah utamanya adalah volatilitas.
Bitcoin bisa naik 10% dalam sehari — tapi juga bisa turun 15% keesokan harinya. Bagi investor jangka panjang atau institusi besar, volatilitas semacam ini menyulitkan posisi Bitcoin sebagai pelindung nilai yang dapat diandalkan.
Selain itu, adopsi institusional terhadap Bitcoin masih sangat dipengaruhi oleh sentimen makro dan kebijakan moneter. Ketika suku bunga naik, aliran dana ke aset kripto cenderung menurun karena investor lebih memilih instrumen dengan imbal hasil pasti.
Apakah Bitcoin Akan Menjadi Emas Digital di Masa Depan?
Meski Schiff tegas dalam kritiknya, sebagian analis tetap percaya bahwa Bitcoin memiliki potensi menjadi aset pelindung nilai jangka panjang — namun belum sekarang.
Untuk bisa menyamai status emas, Bitcoin perlu:
• Meningkatkan stabilitas harga melalui likuiditas yang lebih besar,
• Adopsi yang lebih luas, terutama oleh institusi dan pemerintah,
• Regulasi yang jelas, agar tidak hanya dilihat sebagai alat spekulasi.
Beberapa kemajuan sudah mulai terlihat, seperti masuknya ETF Bitcoin spot di AS dan penerimaan lebih luas oleh lembaga keuangan tradisional. Namun jalan menuju status “emas digital” masih panjang.
Kesimpulan: Realita Pasar Tidak Bisa Dibohongi
Kasus terbaru ini menunjukkan bahwa meskipun narasi Bitcoin sebagai emas digital cukup menarik, kenyataan pasar tetap menjadi ukuran akhir.
Emas naik saat pasar jatuh. Bitcoin turun saat risiko meningkat.
Bagi investor yang menginginkan stabilitas dan proteksi nilai kekayaan, emas masih menjadi pilihan utama. Sementara itu, Bitcoin tetap menjadi aset spekulatif yang menjanjikan pertumbuhan — tapi juga menyimpan risiko besar.
Peter Schiff, meski kerap dianggap “anti-kripto”, hanya menyuarakan apa yang saat ini terjadi di pasar: Bitcoin belum bisa menggantikan emas.
Tentu, waktu akan membuktikan apakah posisi ini akan berubah. Tapi untuk sekarang, emas tetap memimpin — dan Bitcoin harus bekerja lebih keras untuk membuktikan bahwa ia pantas menyandang gelar emas digital.